Pada zaman dahulu, di sebuah kota pelabuhan besar yang ramai tinggallah seorang anak perempuan yatim piatu. Gissel namanya. Ayah dan ibunya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu Gissel tinggal bersama bibinya. Namum bibinya sangat kasar kepadanya. Gissel amat sedih. Akan tetapi ia mencoba tabah dan sabar menghadapi bibinya.
Gissel adalah anak yang rajin. Ia berusaha mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Salah satunya adalah mengambil air dari sumur. Letak sumur itu sangat jauh dari rumah. Untunglah di tengah jalan ada sebatang pohon tua yang besar dan rimbun. Gissel sering singgah di bawah pohon itu untuk melepas lelah.
Kadang-kadang, Gissel menangis sedih di bawah pohon itu. Ia merasa sendirian di dunia ini. Ia tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Diantara isak tangisnya, Gissel senantiasa berdoa agar Tuhan menjaga dan menolongnya. Anehnya, setiap kali ia menangis, pohon itu selalu mengembangkan ranting-rantingnya. Daun-daunnya bergerak dengan lembut dan berirama. Desiran halusnya bagaikan nyanyian merdu. Gissel selalu terpesona mendengarnya. Sehingga ia lupa akan kesedihannya. Bahkan sampai tertidur. Bila ia tertidur pohon itu menundukkan ranting-ranting daunnya. Supaya Gissel terlindung dari panas matahari. Jika Gissel terlalu lama tertidur, pohon itu akan menjatuhkan daun-daunnya ke pipinya yang halus. Gissel jadi terbangun karenannya.
Hari demi hari pun berlalu.. Raja akan membuat sebuah kapal pesiar. Pohon-pohon tua yang ada akan ditebang. Kayunya digunakan untuk membuat kapal. Gissel menjadi gelisah, ia cemas kalau pohon tuanya akan turut ditebang.
Siang itu, sepulang mengambil air dari sumur, Gissel singgah sejenak di bawah pohon tuanya. Ia melihat tanda silang putih pada batang pohon itu. Berarti pohon kesayangannya akan ditebang. Hati Gissel sedih sekali. Ia tidak bisa berkata-kata. Air matanya mengalir deras. Tanggannya memeluk pohon yang dikasihinya.
“Pohonku, mungkin hari ini adalah hari terakhir perjumpaan kita. Esok mereka akan menebangmu. Aku akan kehilangan satu-satunya teman yang kumiliki. Aku sedih sekali. Tapi aku tak dapat mencegahnya. Selamat jalan pohonku,” isak Gissel.
Seperti hari-hari yang lalu pohon itu kembali menundukkan ranting-rantingnya dan daun-daunnya. Seolah-olah memeluk Gissel. Daunnya mengusap lembut pipi Gissel. Tak terdengar nyanyian dari pohon itu.
“Jangan sedih, anak manis. Kapal itu tak akan berlayar tanpa kehendakmu. Naiklah dan ikutlah berlayar bersamanya kelak. Maka kita akan bersama-sama lagi,” bisik pohon itu menghibur hati Gissel.
Esok pagi pohon itu ditebang. Beberapa bulan kemudian selesailah kapal yang diinginkan Raja. Sebuah pesta meriah diadakan saat kapal itu akan berlayar untuk pertama kalinya. Namun ketika akan diluncurkan, kapal itu sedikitpun tak mau bergerak meninggalkan dermaga. Penduduk mencoba mendorongnya. Namun kapal itu tetap tak bergerak. Raja menjadi kecewa dan marah.
Berita mengenai kapal yang tak mau bergerak itu akhirnya terdengar oleh Gissel. Ia teringat pada pesan terakhir pohon tuanya. Dengan susah payah Gissel pergi ke pelabuhan kota. Dan berhasil menemui Raja. Ia minta izin agar boleh melayarkan kapal tersebut. Raja semula tak percaya. Tapi karena kapal itu tak mau bergerak, akhirnya Raja mengizinkan. Gissel pun bergegas naik ke atas kapal. Penuh rindu diusapnya anjungan kapal itu.
“Pohonku, tolonglah aku. Bergeraklah, berlayarlah .. Seluruh penduduk kota ini ingin menyaksikan engkau berlayar ke lautan lepas.”
Semua orang berdebar menanti apa yang akan terjadi. Kapal itu bergerak sedikit demi sedikit. Lalu lepaslah ia dari sandarannya. Dengan tenang ia melaju ke laut. Penduduk kota bersorak gembira. Raja tak kurang pula gembira hatinya. Gissel dipeluknya.
“Bagaimana engkau bisa membuat kapal ini berlayar?” tanya Raja dengan takjub bercampur heran.
“Berkat rahmat Tuhan, Yang Mulia. Kebetulan kapal ini terbuat dari kayu pohon tua sahabat saya, ” jawab Gissel dengan santun.
Kemudian Gissel menceritakan seluruh kisah hidupnya kepada Raja. Hati Raja tersentuh. Sejak itu Gissel tinggal di istana dan menjadi anak angkat Raja. Berakhirlah kisah sedih Gissel bersama bibinya. Dan Gissel serta Pohonnya tetap bersama-sama.
****TAMAT****



No comments:
Post a Comment